Inspirasi

Jauh dalam diri manusia ada kekuatan yang tertidur, dan apabila terjaga akan begitu dahsyat .....apalagi bila disadari dan dikembangkan

Jumat, 23 Januari 2009


Berselendang Pelangi di Teluk Penyu
By Maria D. Chrysandini

“Badung… bayak..jogjakarta…. !”, umpat Dedekku ketika mobil Pak De berhasil melewati mobil yang kutumpangi. Di mobil itu terlihat Om Ding bertingkah bak seorang ”cheerleaders” memandu sepupu kecilku : Reno, Tania dan Agis untuk bersorak-sorai, meledek dan tertawa penuh kemenangan karena berhasil masuk Pintu Gerbang Teluk Penyu paling dulu. Tania melonjak-lonjak bergoyang pinggul diprovokasi Tante Tia, Reno menjulur-julurkan lidahnya berimprovisasi, dan Agis melambaikan tangannya di kedua telinganya dipangku bude Tatuk.

Sementara Dedekku yang menjadi pecundang meradang, jarinya menunjuk-nunjuk, matanya melotot merayakan kekalahannya. Mama cuek saja....Tante Nyes terpaksa menghiburnya. Di jok depan Eyang Kakung memakai blangkon tersenyum simpul.... Papa jadi pilot ... bernyanyi kecil .... judulnya ”Ivaz Kijang Ivazku sayang”.......

”Telah sampai”, gumamku, dari jendela Avanza ini kulihat lautan terhampar. Biru penuh ditingkah putih ombak yang bergulung dan pecah di bibir pantai. Oh alangkah indahnya ........., rinduku melihat laut, rinduku akan air asin, rinduku untuk lembutnya pasir pesisir, rinduku bermain di atas geladak perahu ikan dan rinduku akan suara ombak ....... mendesah serupa musik alam...... sebentar lagi akan terbalas ....

Di jauh sana ..... 2 sejoli berjalan menapaki pantai, kaki-kaki mereka telanjang tanpa alas, melangkah mesra bergandeng tangan meninggalkan jejak telapak berderet di pasir.....panasnya sang surya yang bertengger di atas gumpalan awan tak menyurutkan niat mereka untuk pergi dari dunia cinta yang memabukkan.

Nelayan-nelayan berpunggung legam, telanjang dada berotot, penuh peluh mengangkut jaring bekas tarikan semalam. Mereka adalah kuda pekerja yang tak pernah merasakan capek dililit kebutuhan ekonomi yang tak berujung. Mereka adalah Sang pelipur lara untuk sesuap nasi bagi istri dan anaknya. Mereka adalah matahari yang akan menerangi buah hati. Sebagian dari mereka juga menawarkan jasa penyeberangan ke pulau. ”Nyeberang .... dik ..... cuman Lima ribuan kok..... murah.....” ..... dalam hati aku bergumam .... nyebrang 5000 , ....balik bisa 25 ribu .... ”Siapa mau?”

Di seberang Teluk..... terbaring angker pulau Nusakambangan. Punggungnya diselimuti rimbunnya daun, diam berwibawa. Di kakinya kulihat pohon kelapa menari-nari lemah gemulai ... diiringi kepakan penari latar burung camar yang berburu ikan di pantai .....selatar pasir putih terhampar... di atasnya sepuluh perahu nelayan ditambat menunggu turis kembali berlabuh ke Teluk .... kebanyakan wisatawan tersebut datang ke Nusa kambangan untuk melihat reruntuhan bangunan peninggalan Jepang atau ada juga yang yang sok bernyali berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan yang kondang itu.

Los-los berjajar berderet seperti kereta, di dalamnya penuh dagangan pernak pernik cindera khas Teluk Penyu. Ada juga yang menjual layang-layang kupu-kupu .... aku jadi teringat ketika Dedekku bermain layang-layang bersama Papa di depan rumah ... di Bogor...... layang-layang itu dibelinya di Puncak dan diterbangkan di lapangan badminton dengan kelos senar yang dibeli dari warung Ucok ..... Dedekku tampak senang.

Namun kebanyakan mereka menjual kalung kerang atau kaos-kaos bergaya hawaian ..... santai, tipis seperti saringan tahu ..... paling-paling 3 hari pakai dapat bonus robek ..... wek ....wek.... wek ..... he..he..he mirip kaos gratisan partai politik kale.....

Lalu mataku tertuju pada pemandangan di sebelah kiri jendela mobil ......alamak....Pasar Ikan..... otakku curiga.... pasti Papaku mau melampiaskan nafsu kulinernya di sini. Sepengetahuanku ... Papa memang penggemar sea food nomor satu di rumah.....itu terbukti dari banyaknya penjual ikan keliling yang antre menjajakan ikan di depan rumahku di Taman Kenari Bogor bila papaku ketahuan mengambil cuti atau bila sedang libur batuk.

***

Mobil berjalan pelan menyusuri panjangnya pasar ikan, turis-turis lokal hilir mudik, segerombolan anak muda membawa gitar melintas bergaya ala Slank, pedagang dawet ayu keliling berteriak memasar, pedagang Ice cream berhasil memikat anak-anak balita untuk mengunyahnya, hal ini yang membuat para ortu deg-degan ....karena biasanya 3 hari kemudian para balita tsb menderita batuk pilek. Walah..............

Kulihat aneka ikan segar dipajang pada meja berlapis seng, dipilah dan ditata menurut jenisnya, ada juga yang masih teronggok di ember plastik, atau digantung di bawah tritis los ...yang ini biasanya ikan asin .

Dari lumrahnya ikan sampai jenis yang belum ku kenal dijajakan ...... ikan pari menjadi primadona, ikan kakap banyak dicari, rajungan terpasung tali meronta di atas keranjang.....tetep favorit, cumi-cumi membikin air liur menetes ...tes..tes..tes, dan udang sebesar jari jemari masih menjadi the best fish that i have ever eaten....

Sementara itu nyonya-kota gigih menawar ikan sesukanya....... Beberapa pedagang sibuk melayani .... membersihkan sisik ikan dan memotongnya di atas telenan. Didepannya timbangan kodok siap menakar dan akan menyulapnya menjadi rupiah. Si pembeli akan merasa puas jika mampu menawar dengan harga yang membikin mulut pedagang itu menggerutu.

Bau ikan itu menembus celah kaca dan membuatku mau muntah bin mual ......

”Jlug....”, kudengar suara pintu mobil terbuka .... Om Wawan meloncat keluar ..... angin laut menyergap di tengkuknya..... gilanya mulai kumat .... om Wawan mulai bergoyang .... tangannya gemulai menarikan tarian anak pantai yang kelaparan membayangkan lezatnya cumi-cumi goreng tepung ...... mungkin ini yang disebut penyakit gila no 13 ala Andrea Hirata pikirku .... terlalu responsif.....

Tidak ada komentar: